Dalam halaman ini kami akan
mengungkap contoh cyber crime di indonesia jenis Cyber talking dimana Kasus ini
bermula saat seorang ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari memeriksakan
kesehatannya di RS Internasional Omni. Selama masa perawatan Prita mengeluhkan
minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis
yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga
akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan
kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta
permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal
yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email
tentang tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah
milis.Email tersebut kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit
merasa harus membuat bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media
cetak serta mengajukan gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan
tuduhan pencemaran nama baik.
r.s omni internasional menuntut
prita mulyasari dari kutipan emailnya “Jangan sampai kejadian saya ini akan
menimpa ke nyawa manusia lainnya. Terutama anak-anak, lansia, dan bayi. Bila
anda berobat berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit (RS) dan title
international karena semakin mewah RS dan semakin pintar dokter maka semakin
sering uji coba pasien, penjualan obat, dan suntikan.”
Email tersebut berisi keluhan Ibu
Prita mengenai prosedur pelayanan di RS Omni Internasional. Sebagai reaksi atas
email komplain Ibu Prita Mulyasari, RS Omni Internasional mengajukan gugatan
dengan perkara pencemaran nama baik kepada Pengadilan Negeri Tangerang. Kasus
Ibu Prita tersebut mengundang berbagai reaksi pro dan kontra masyarakat dan
beberapa pendapat praktisi hukum secara terpisah.
Bagaimanakah hukum ITE menyikapi
masalah tersebut di atas
Banyak pihak menyayangkan
penahanan prita mulyasari yang di jerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang no 11
tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik karena akan mengancam
kebebasan berekspresi. Pasal ini menyebutkan:
“Setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.”(UU ITE, 27:3).
Menurut kami rumusan pasal
tersebut sangatlah lentur. Rumusan tersebut tidak hanya menjangkau pembuat
muatan tetapi juga penyebar dan para moderator milis maupun individu yang
melakukan forward ke alamat tertentu. Dan apa yang di lakukan oleh Prita
Mulyasari yang menyampaikan keluhan atas jasa sebuah layanan publik bukanlah
merupakan penghinaan.
Menurut kepala Pusat Informasi
dan Humas Depkominfo, Gatot S Dewa Broto, di Jakarta, Prita yang mengungkapkan
keluhan terhadap suatu layanan publik melalui email merupakan hak dari seorang
konsumen. Menurut dia, hal itu adalah sah sesuai dengan yang termuat dalam UU
No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf d.
Pasal itu berbunyi:
“Hak konsumen adalah hak untuk
didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.”
Oleh karena itu, menanggapi UU
pasal 27 ayat 3 UU ITE unsur `tanpa hak` sebagaimana dimaksud di dalamnya
menjadi tidak terpenuhi, sehingga Pasal 27 ayat (3) tersebut tidak bisa
diterapkan untuk kasus ini. Lebih lanjut, Gatot mengungkapkan bahwa pasal
tersebut memuat unsur “dengan sengaja” dan “tanpa hak”, yang mana unsur
tersebut menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana berdasarkan pasal ini.
Sumber: http://cybercrime133c25.blogspot.com/2012/10/contoh-kasus-cyber-crime-di-indonesia.html